TSUNAMI
Hari Minggu 26 Desember 2004 pagi pukul 9-10, gue ama istri sedang menikmati makan "nasi lemak" yang gue beli dari bawah. Di lantai 12 ini tiba2 Pa Dadang mengetuk kamar dan ngasih tahu agar kita semua turun lewat lift, katanya ada gempa yang gue sama sekali tak merasakannya walaupun berusaha.
Di ground-floor sudah banyak orang Indonesia berkumpul dan mereka bilang ada gempa yg cukup kuat, istri gue pun ternyata merasakan hal yg sama. Akhirnya kami ngobrolin kejadian ini di bawah sambil nunggu gempa selesai, tapi sampai seperempat jam tetap saja masih ada getaran2. Dari obrolan itu aku menyadari bahwa kota ini memiliki tanah yg tak bagus dan regas semacam lumpur, tapi tak ada history bahwa merupakan kota gempa. Gedung2 tinggi seperti twin-tower dibagun mirip kapal diatas ombang-ambing air laut sehingga cukup tahan gempa. Gue berpikir wah orang2 kita (Indonesia) ini terlalu paranoid, karena gue liat yg lain2 tenang2 aja dan bahkan security pun tak sampai ribut2 di bangunan 30 an lantai ini.
Gue telfon Johan yang tinggal di lantai 10 Parkview, dia pun sama dengan gue tak merasakan gempa ini. Akhirnya gue pun menganggap kejadian ini seperti "hari2 biasa" dan sorenya gue ke Kelana Jaya untuk mengambil barang2 gue di Parkview dulu.
Hari Senin baru gue tahu ada kejadian luar biasa Minggu kemarin, pas ke kantor di Megan Avenue, Nazri yg pertama kali beri kabar ini. Karena sehari dua hari ini gue tak sempat melihat TV. Melihat saudara-saudara kita di Acheh, tak terbayangkan lagi penderitaan mereka.
about Aceh
Hari Minggu 26 Desember 2004 pagi pukul 9-10, gue ama istri sedang menikmati makan "nasi lemak" yang gue beli dari bawah. Di lantai 12 ini tiba2 Pa Dadang mengetuk kamar dan ngasih tahu agar kita semua turun lewat lift, katanya ada gempa yang gue sama sekali tak merasakannya walaupun berusaha.
Di ground-floor sudah banyak orang Indonesia berkumpul dan mereka bilang ada gempa yg cukup kuat, istri gue pun ternyata merasakan hal yg sama. Akhirnya kami ngobrolin kejadian ini di bawah sambil nunggu gempa selesai, tapi sampai seperempat jam tetap saja masih ada getaran2. Dari obrolan itu aku menyadari bahwa kota ini memiliki tanah yg tak bagus dan regas semacam lumpur, tapi tak ada history bahwa merupakan kota gempa. Gedung2 tinggi seperti twin-tower dibagun mirip kapal diatas ombang-ambing air laut sehingga cukup tahan gempa. Gue berpikir wah orang2 kita (Indonesia) ini terlalu paranoid, karena gue liat yg lain2 tenang2 aja dan bahkan security pun tak sampai ribut2 di bangunan 30 an lantai ini.
Gue telfon Johan yang tinggal di lantai 10 Parkview, dia pun sama dengan gue tak merasakan gempa ini. Akhirnya gue pun menganggap kejadian ini seperti "hari2 biasa" dan sorenya gue ke Kelana Jaya untuk mengambil barang2 gue di Parkview dulu.
Hari Senin baru gue tahu ada kejadian luar biasa Minggu kemarin, pas ke kantor di Megan Avenue, Nazri yg pertama kali beri kabar ini. Karena sehari dua hari ini gue tak sempat melihat TV. Melihat saudara-saudara kita di Acheh, tak terbayangkan lagi penderitaan mereka.
about Aceh